Metode Pengadaan Langsung Tetap Dapat Digunakan Untuk Pengadaan Yang Menambah Aset !!! (Bantahan tulisan Hendri, SKed)

Siang ini saya dikirimkan sebuah tulisan oleh Hendri, SKed melalui Facebook yang memuat tulisan Beliau yang berjudul “Metode Pengadaan Langsung Tidak Dapat Digunakan untuk Pengadaan Barang yang Menambah Aset! (Bantahan Tulisan Khalid Mustafa)”

Tulisan tersebut dimuat pada www.duniakontraktor.com tertanggal hari ini (5 Juni 2011) dan dapat diakses melalui link http://duniakontraktor.com/metode-pengadaan-langsung-tidak-dapat-digunakan-untuk-pengadaan-barang-yang-menambah-aset-bantahan-tulisan-khalid-mustafa/

Agar dapat menyamakan persepsi pembaca, silakan membaca tulisan saya tentang Pengadaan Langsung yang dapat menambah aset pada link ini.

Bantahan pak Hendri, S.Ked menyatakan bahwa Pengadaan Langsung Tidak Dapat Digunakan Untuk Pengadaan Barang yang menambah aset didasarkan pada:

Bantahan Hendri, SKed

Coba perhatikat kalimat yang bercetak tebal merah dibawah ini:

  1. Apabila menggunakan kata “DAN” pada huruf c, maka seluruh kondisi pada a, b, c, dan d WAJIB ada,
  2. Apabila menggunakan kata penghubung “ATAU” pada huruf c, maka kondisi a, b, c, dan d merupakan pilihan.

Menurut saya, menempatkan “DAN/ATAU” pada akhir semua kalimat pada poin a, b, c, dan d merupakan suatu yang tidak tepat, karena berdasarkan ketentuan Pasal 39 Ayat 1 Perpres 54/2010 seperti yg dinyatakan diatas, penempatannya hanya pada poin c dan d saja.

Selain itu, penegasan ini juga dikuatkan oleh pengertian kata ”DAN” itu sendiri, yang merupakan penghubung satuan bahasa (kata, frasa, klausa, dan kalimat) yg setara, yg termasuk tipe yg sama serta memiliki fungsi yg tidak berbeda  (www.artikata.com), maka penempatan kata ”DAN” pada akhir kalimat pada poin a tidak tepat karena;

  • ” kebutuhan operasional K/L/D/I” tidak setara, tipenya tidak sama serta fungsi yg berbeda dengan ”teknologi sederhana”
  • ” kebutuhan operasional K/L/D/I” tidak setara, tipenya tidak sama serta fungsi yg berbeda dengan ”risiko kecil”
  • ” kebutuhan operasional K/L/D/I” tidak setara, tipenya tidak sama serta fungsi yg berbeda dengan ”Penyedia Barang/Jasa usaha orang- perseorangan dan/atau badan usaha kecil serta koperasi kecil”
  • dst.

Berdasarkan penjelasan diatas maka saya berkesimpulan bahwa ”metode pengadaan langsung (PL) tidak dapat digunakan untuk pengadaan barang yang menambah aset!”

Nah, bagaimana jawaban saya ?

  1. Sebelum menjawab, saya hanya fokus pada apa yang tertulis pada aturan, dan bukan “mengapa” hal tersebut tertulis. Karena yang tepat menjawab kata “mengapa” adalah penyusun aturan atau LKPP 🙂
  2. Pak Hendri, SKed pada tulisan tersebut menyampaikan bahwa “Menurut saya, menempatkan “DAN/ATAU” pada akhir semua kalimat pada poin a, b, c, dan d merupakan suatu yang tidak tepat, karena berdasarkan ketentuan Pasal 39 Ayat 1 Perpres 54/2010 seperti yg dinyatakan diatas, penempatannya hanya pada poin c dan d saja”.
    Untuk menjawab hal ini mohon pembaca menyederhakan kalimat berikut: 

    • Budi diminta untuk membeli kambing dan ayam dan sapi dan bebek
    • Budi diminta untuk membeli kambing atau ayam atau sapi atau bebek
  3. Nah, kalau memperoleh kalimat seperti pada butir nomor 2, dimana bisa kita tempatkan kata “dan” serta kata “atau” pada kalimat itu ? Apakah benar harus diulang untuk setiap kata ? Satu-satunya cara menempatkan hal tersebut adalah dengan mengubah kalimat tersebut dengan:
    • Budi diminta untuk membeli kambing, ayam, sapi, dan bebek
    • Budi diminta untuk membeli kambing, ayam, sapi, atau bebek
  4. Apabila kalimat pada butir nomor 3 disusun vertikal, maka bentuk kalimatnya adalah:
    • Budi diminta untuk membeli:
      1. kambing;
      2. ayam;
      3. sapi; dan
      4. bebek
    • Budi diminta untuk membeli:
      1. kambing;
      2. ayam;
      3. sapi; atau
      4. bebek
  5. Dari kalimat pada butir nomor 4 sudah jelas bahwa satu-satunya penempatan kata “dan” atau kata “atau” apabila disusun secara vertikal hanyalah pada point c dan d, namun maknanya mengikat seluruh kalimat.
    Saya hanya menggunakan pengurutan terbalik pada Pasal 39 Ayat 1 🙂
  6. Alasan kedua yang disampaikan pak Hendri, SKed adalah “penegasan ini juga dikuatkan oleh pengertian kata ”DAN” itu sendiri, yang merupakan penghubung satuan bahasa (kata, frasa, klausa, dan kalimat) yg setara, yg termasuk tipe yg sama serta memiliki fungsi yg tidak berbeda  (www.artikata.com)“.
    Perlu diingat bahwa harus dibedakan antara penempatan dengan penggunaan. Penempatan “dan” pada akhir setiap kalimat sudah saya jelaskan pada butir nomor 1 hingga 5 di atas, sedangkan pengertian “dan” pada web artikata.com maupun pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah cara “menggunakan” kata “dan”.
  7. Khusus mengapa menggunakan kata “dan” sejujurnya yang bisa menjawab hal ini hanyalah LKPP, apakah LKPP menganggap butir a, b, c, dan d merupakan kalimat yang setara sehingga merasa perlu menggunakan hal ini.
  8. Khusus mengenai pertanyaan tentang “Apakah Metode Pengadaan Langsung Dapat Digunakan Untuk Pengadaan Yang Menambah Aset ?” LKPP sudah menjawab melalui http://www.lkpp.go.id/v2/konsultasi/index.php?mod=browseP&pid=178#q_1 yaitu “Berdasarkan ketentuan pada pasal 39 ayat (1), pengadaan langsung untuk pengadaan barang/pekerjaan konstruksi/jasa lainnya yang bernilai paling tinggi Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dapat dilaksanakan apabila memenuhi salah satu kriteria sebagaimana tercantum pada huruf a sampai dengan d.
    Dengan demikian bilamana pengadaan belanja modal tidak memenuhi kriteria huruf a karena menambah aset, masih dapat dilakukan melalui pengadaan langsung bila memenuhi kriteria lainnya. Dalam suatu kelompok belanja pada suatu kegiatan melalui pengadaan langsung dapat dilakukan oleh beberapa penyedia (bukti pembayaran). Pengadaan dimaksud dapat dilakukan oleh penyedia mana saja yang memenuhi kualifikasi untuk melaksanakan pekerjaan tersebut, baik orang perseorangan maupun badan usaha. Meskipun demikian PA/KPA dilarang menggunakan metode Pengadaan Langsung sebagai alasan untuk memecah paket Pengadaan menjadi beberapa paket dengan maksud untuk menghindari pelelangan.”
  9. Perpres 54/2010 sebagai sebuah aturan memang masih menyimpan kekurangan disana-sini, namun karena aturan ini sudah ditandatangani dan sudah dinyatakan berlaku, maka sebelum ada revisi terhadap aturan ini, maka ketentuan di dalamnya tetap berlaku.

Berdasarkan penjelasan diatas maka saya berkesimpulan bahwa ”metode pengadaan langsung (PL) dapat digunakan untuk pengadaan barang/pekerjaan konstruksi/jasa lainnya yang menambah aset!!!”

Diskusi silakan dilakukan melalui Forum Pengadaan, khususnya topik tentang tulisan ini yang sudah ada khusus disana 🙂

This entry was posted in Pengadaan Barang/Jasa and tagged , , , , , , , , , , , , . Bookmark the permalink.

39 Responses to Metode Pengadaan Langsung Tetap Dapat Digunakan Untuk Pengadaan Yang Menambah Aset !!! (Bantahan tulisan Hendri, SKed)

  1. Hendri, SKed says:

    Berdasarkan link http://www.lkpp.go.id/v2/konsultasi/index.php?mod=browseP&pid=178#q_1 , jawaban LKPP membolehkannya.

    Menurut LKPP:

    Berdasarkan ketentuan pada pasal 39 ayat (1), pengadaan langsung untuk pengadaan barang/pekerjaan konstruksi/jasa lainnya yang bernilai paling tinggi Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dapat dilaksanakan apabila memenuhi salah satu kriteria sebagaimana tercantum pada huruf a sampai dengan d.

    Dengan demikian bilamana pengadaan belanja modal tidak memenuhi kriteria huruf a karena menambah aset, masih dapat dilakukan melalui pengadaan langsung bila memenuhi kriteria lainnya.

    ATAS JAWABAN LKPP terkait dg Pengadaan Langsung (PL) tsb, MAKA SAYA AKAN MELAKUKAN SANGGAHAN/PERLAWANAN.

    Dasar sanggahannya/perlawanan tsb adalah:

    1. Selain pekerjaan mendesak, seperti kebutuhan operasional, maka pengadaan langsung (PL) yg dapat menambah aset, spt bangunan sederhana berupa pos jaga, bila dilakukan PL, akan melangagar Pasal Pasal 5 Perpres 54/2010, yaitu melanggar prinsip

    #Terbuka, berarti Pengadaan Barang/Jasa dapat diikuti oleh semua Penyedia Barang/Jasa yang memenuhi persyaratan/kriteria tertentu berdasarkan ketentuan dan prosedur yang jelas.

    #Bersaing, berarti Pengadaan Barang/Jasa harus dilakukan melalui persaingan yang sehat diantara sebanyak mungkin Penyedia Barang/Jasa yang setara dan memenuhi persyaratan, sehingga dapat diperoleh
    Barang/Jasa yang ditawarkan secara kompetitif dan tidak ada intervensi yang mengganggu terciptanya mekanisme pasar dalam Pengadaan Barang/Jasa.

    #Adil/tidak diskriminatif, berarti memberikan perlakuan yang sama bagi semua calon Penyedia Barang/Jasa dan tidak mengarah untuk memberi
    keuntungan kepada pihak tertentu, dengan tetap memperhatikan kepentingan nasional.

    2. Berdasarkan Pasal 39 Ayat 2 Perpres 54/2010, Pengadaan Langsung dilaksanakan berdasarkan harga yang berlaku di pasar kepada Penyedia barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya.

    Pada Lampiran III, dijelaskan bahwa:

    Tahapan Pengadaan Langsung meliputi:

    a) survei harga pasar dengan cara membandingkan minimal dari 2 (dua) penyedia yang berbeda;

    b) membandingkan harga penawaran dengan HPS; dan

    c) klarifikasi teknis dan negosiasi harga.

    Untuk jenis pekerjaan bangunan sederhana berupa pos jaga, maka survei harga pasar dengan cara membandingkan minimal dari 2 (dua) penyedia yang berbeda sangat sulit dilakukan.

    3. Bahwa berdasarkan Pasal 38 ayat 1 UU HAM, yg bunyinya “Setiap orang berhak, sesuai dengan bakat, kecakapan, dan kemampuan, berhak atas pekerjaan yang layak.” maka PL untuk pekerjaan lain selain pekerjaan mendesak, seperti kebutuhan operasional, merupakan pelanggaran terhadap UU ini.

    Demikian menurut saya…

  2. 1. Siapa bilang kebutuhan operasional itu mendesak, jangan menambahkan pengertian operasional selain yang tercantum dalam Penjelasan Pasal 39 Ayat 1 Huruf a Perpres 54/2010. Masalah prinsip, maka apabila tidak dilaksanakan dengan Pengadaan Langsung maka akan melanggar prinsip

    #Efisien, berarti Pengadaan Barang/Jasa harus diusahakan dengan menggunakan dana dan daya yang minimum untuk mencapai kualitas dan sasaran dalam waktu yang ditetapkan atau menggunakan dana yang telah ditetapkan untuk mencapai hasil dan sasaran dengan kualitas yang maksimum.

    #Efektif, berarti Pengadaan Barang/Jasa harus sesuai dengan kebutuhan dan sasaran yang telah ditetapkan serta memberikan manfaat yang sebesar-besarnya.

    2. Kalimat “sangat sulit dilakukan” adalah kalimat subjektif dan tidak terukur. Bagaimana dengan pengadaan Printer seharga 400 ribu ? Apa harus lelang ?

    3. Melanggarnya dimana ? Kalau pakai pasal ini, artinya Pasal 100 Ayat 3 Perpres 54 juga melanggar dong. Karena tentu saja semua usaha berhak untuk mengikuti pekerjaan yang layak 🙂

    Demikian menurut saya juga…

  3. Hendri, SKed says:

    1. kebutuhan operasional, menurut saya mendesak karena merupakan kebutuhan untuk menyiakan proses tender, Contohnya ATK…

    2. Utk pekerjaan konstruksi, walaupun konstruksi sederhana memang sulit untuk mencari perbandingan harga pasar, karena bukan barang dagangan, selain itu utk pekerjaan konstruksi, faktor jasa juga punya nilai hitungan yang besar. Kalimat yg lebih tepat mungkin dapat dikatakan bahwa ”survei harga pasar dengan cara membandingkan minimal dari 2 (dua) penyedia yang berbeda, tidak mungkin dilakukan untuk jenis pekerjaan konstruksi bangunan”…

    3. Pelanggarannya;

    Tidak Terbuka, tidak Bersaing, tidak Adil/diskriminatif, karena yg diundang merupakan hasil seleksi dari jumlah yg terbatas. Akibat keterbatasan tsb, maka penilaiannya juga cenderung subjektif (sangat tergantung ada surveiornya)

    Untuk Pasal 100 Ayat 3 Perpres 54/2010, tidak melanggar karena dasar hukumnya cuku jelas…

  4. 1. Nah lho…lagi2 muncul pengertian kebutuhan operasional yang mendesak, yaitu kebutuhan untuk menyiapkan proses tender 😀
    Jadi kebutuhan yang tidak berkaitan dengan proses tender itu bukan kebutuhan operasional yang mendesak yah.
    Wah, kalau pakai pengertian “bebas” seperti ini saya nyerah deh, silakan bapak mengggugat LKPP ke pengadilan, tapi saya sudah bisa yakin apa hasilnya 😀

    2. Kalau survai mencari harga itu sulit untuk konstruksi, bagaimana bisa menyusun HPS untuk konstruksi ? Mohon diingat, survai harga ini bukan hanya dilakukan hanya untuk Pengadaan Langsung, tetapi semua jenis pengadaan lainnya. Lihat Pasal 66 Ayat 7

    3. Lho, Pengadaan Langsung juga dasar hukumnya sudah jelas kok, yaitu Pasal 39 Ayat 1 😀
    Harus dibedakan antara Prinsip-prinsip pengadaan dan kebijakan pengadaan. Pada tataran tertentu Pemerintah berhak untuk membuat kebijakan dalam sebuah proses yang bertujuan untuk mencapai tujuan tertentu. Kalau pakai analogi bapak, Pengadaan Langsung kalau tidak diadakan akan tidak efisien dan efektif karena untuk membeli 1 unit printer seharga 400 ribu saja harus lelang pakai pengumuman dan siapa saja daftar, waktunya sampai 14 hari, dll, dll.

  5. burhan says:

    sudah jelas kan ada kalimat dan/atau bukan cuma dan saja

  6. Hendri, SKed says:

    Kembali ke Pasal 39 Ayat 1, menurut saya, hanya untuk kegiatan penunjang operasional saja yg dapat di PL.

    Trus, selain “DAN/ATAU, pemilihan kata “BERIKUT” pada akhir kalimat pertama ayat 1 juga menguatkan tentang hal tsb.

    “ber·i·kut” artinya beserta; beriring.

    Apabila pengertian :DAN/ATAU” adalah pilih salah satu poin: a, b, c dan d tsb, maka pada akhir kalimat pada pasal 1, lebih tepat bila kata “berikut” tidak digunakan, kareana ada kata lain yg lebih tepat utk digunakan, contohnya: “seperti dibawah ini ataupun “antara lain”.

    Selanjutnya, penggunaan “DAN/ATAU” itu, selain ada pada akhir kalimat poin c, juga ada pada kalimat poin d.

    Seharusnya, bila satu penggunaan “DAN/ATAU” dapat mewakili semua poin tsb (a, b, c, dan d) maka penempatan “DAN/ATAU” tsb lebih tepat spt pada kalimat dibawah ini:

    a. merupakan kebutuhan operasional K/L/D/I; (kebutuhan rutin K/L/D/I dan tidak menambah aset atau kekayaan K/L/D/I)
    b. teknologi sederhana;
    c. risiko kecil;
    d. dilaksanakan oleh Penyedia Barang/Jasa usaha orang-perseorangan DAN/ATAU
    e. badan usaha kecil serta koperasi kecil, kecuali untuk paket pekerjaan yang menuntut kompetensi teknis yang tidak dapat dipenuhi oleh Usaha Mikro, Usaha Kecil dan koperasi kecil.

  7. Kata berikut digunakan karena ada kata “dan” pada “dan/atau”, jadi kata ini bisa digunakan secara beriringan a hingga d. Pas khan ? 😆

    “Dan/Atau” pada poin d digunakan untuk mempertegas kalimat pada poin d.

    Saya akan setuju dengan pendapat bapak seandainya tidak ada “dan/atau” pada huruf c. Jadi lupakan berandai-andai, dan lihat yang ada di depan mata.

    Jadi secara aturan, Pasal 39 Ayat 1 membolehkan Pengadaan Langsung untuk barang/konstruksi/jasa lainnya yang menambah aset.

  8. Hendri, SKed says:

    Untuk mendukung kita dalam pemahaman suatu aturan, perlu juga kita perhatikan hierarki peraturan perundang-undangan, yaitu Pasal 7 ayat 1 UNDANG UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG UNDANGAN, yang bunyinya:

    (1) Jenis dan hierarki Peraturan Perundang undangan adalah sebagai berikut:

    a. Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
    b. Undang Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang;
    c. Peraturan Pemerintah;
    d. Peraturan Presiden;
    e. Peraturan Daerah.

    Berdasarkan hierarki Peraturan Perundang undangan, maka aturan yg lebih rendah, tidak boleh bertentangan aturan yg lebih tinggi.

    Jadi, bila kita ikuti pemahaman anda maka PL tsb akan bertentangan dengan Pasal 38 ayat 1 UU HAM.

    Maka uturan perpres tsb akan batal demi hukum…

  9. Silakan, saya stop sampai disini.

    Semua sudah saya jawab dan silakan saudara menempuh jalur hukum kalau perlu

    Jawaban terhadap UU tersebut juga sudah saya sampaikan pada tulisan di atas.

  10. Panyanya says:

    Hendri, memahami aturan didahului dengan memahami teknik dan bahasa pembuatan peraturan perundang-undangan

  11. Hendri, SKed says:

    @Panyanya:

    Benar, tapi dengan memahami hierarki peraturan perundang-undangan, juga sangat mendukung pemahaman kita terhadap suatu aturan…

    Hal ini sesuai dengan penjelasan pasal 7 UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN, yg bunyinya:

    Dalam ketentuan ini yang dimaksud dengan “hierarki” adalah penjenjangan setiap jenis Peraturan Perundang-undangan yang didasarkan pada asas bahwa peraturan perundang-undangan yang lebih rendah tidak boleh bertentangan dengan Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi.

  12. Ah, menurut saya Perpres 54/2010 itu tidak bertentangan tuh dengan UU

    Itu hanya pendapat anda saja.

    Kalau merasa benar, ajukan saja Uji Materi terhadap Perpres 54/2010 ke MA kalau menurut anda bertentangan dengan UU

    Saya tunggu hasilnya 🙂

  13. Hendri, SKed says:

    Menurut saya juga tidak bertentangan, makanya tidak perlu dilakukan uji materi…

    Yg jadi masalah sekarang, ada pada pemahamannya saja, maka penyelesaian yg paling tepat adalah dengan gugatan perdata ke pengadilan…

    Note:

    Yg menyatakan boleh tentang PL tsb, bukan LKPP secara kelembagaan, tapi hanya pemahaman pejabatnya saja…

    Kalau LKPP secara kelembagaan, maka harus berupa surat keputusan atau surat edaran…

  14. Pemahaman itu kalau menerjemahkan aturan secara langsung.
    Menurut saya aturan Pasal 39 itu sudah jelas dan terang benderang dan sudah saya jelaskan melalui tata bahasa Indonesia yang baik dan benar.

    Kalau sudah menyangkut Undang-Undang, maka diperlukan Uji Materi karena pembahasan harus melibatkan aturan lain.

    Jadi, justru menurut saya pemahaman anda yang salah. Dan ini didukung oleh LKPP

    Kalau anda mengatakan aturan ini melanggar UU, silakan uji materi terhadap aturan itu.

  15. Tambahan, kalau mau jawaban LKPP secara kelembagaan, silakan kirim surat resmi ke LKPP

    Maka akan dijawab secara kelembagaan.

    Saya sudah pernah mengirim hal tersebut pada awal Perpres 54 ini dikeluarkan, dan jawaban LKPP sudah sesuai dengan tulisan pada forum konsultasi LKPP itu sendiri.

    Nah, biar tidak panjang lebar, ayo silakan saudara buktikan sendiri. Jangan hanya kirim ke PA yang bertugas menjalankan kebijakan.

  16. Hendri, SKed says:

    Menurut tata bahasa:

    pengertian “dan” adalah penghubung satuan bahasa (kata, frasa, klausa, dan kalimat) yg setara, yg termasuk tipe yg sama serta memiliki fungsi yg tidak berbeda, Contohnya:

    ayah dan ibu, bibi dan paman, serta para anak, cucu, dan kemenakan bersama-sama merayakan 50 tahun perkawinan nenek mereka.

  17. Nah, jadi menurut anda, penggunaan “dan” salah dong. Tapi khan buktinya disana pakai kata “dan/atau”

    Jadi, tidak tepat aturan itu pakai kata “dan/atau”

    Aturannya salah dong.

    Ya uji materil saja kalau gitu.

    Gitu aja kok repot.

    Karena kata “dan” disana ada, maka mau setara kek, tidak kek tetap harus dipakai, yaitu a, b, c, dan d

  18. Hendri, SKed says:

    Penggunaan DAN/ATAU itu sudah tepat, hanya pemahaman LKPP yg tidak tepat…

    Yg dapat di PL adalah 100 juta ke bawah, serta harus terpenuhi ketentuan yg 2 ini

    1. kebutuhan operasional K/L/D/I dan
    2. teknologi sederhana.

  19. Pemahaman anda yang tidak tepat, tapi LKPP yang tepat.

    Penjelasannya lihat di atas, males ngulang-ngulang lagi.

    Kalau tidak setuju pemahaman LKPP, sana protes ke LKPP

  20. Hendri, SKed says:

    LKPP akan saya surati juga…

  21. Naahhhh…dari tadi kek 😀

    Saya tunggu publikasi suratnya dan jangan lupa diposting juga jawaban LKPP-nya 😀

  22. Hendri, SKed says:

    Setelah saya kirim ke LKPP, pasti akan diposting…

  23. Ditunggu, jangan lupa posting juga jawaban LKPP, apapun isinya. Jangan hanya posting surat anda saja

  24. Hendri, SKed says:

    Pasti, semua akan saya posting…

    Herapannya, bila saya benar maka apa yg saya lakukan skr, dapat berguna juga bagi teman2 yg lain, serta dapat memotivasi mereka supaya berani memperjuangkan haknya.

    Jangan hanya pasrah menerima keadaan dan ketidak adilan…

    http://duniakontraktor.com/about/

  25. rahman says:

    Salam kenal,
    Maaf ikut nimbrung..
    Perdebatan yang terlalu panjang, apalagi melibatkan bahasa hukum. Simpel aja, kita sebagai user tinggal gunakan aturan dan persepsi dari si pembuat aturan yaitu LKPP. Mau salah atau benar kita limpahkan saja pertanggung-jawaban kesalahan itu pada pembuat aturannya.
    Yang penting, dan saya setuju tentang usulan agar LKPP membuat jawaban resmi secara kelembagaan tentang masalah sebagai pegangan kita para user.
    Saya kira itu sudah cukup sebagai pegangan

  26. Wahyudi Nor says:

    Maaf sebelumnya,
    saya bukan ahli hukum, apalagi tata bahasa. saya hanya orang biasa,,,hehehe…tetapi dengan membaca serta belajar dari para ahli, saya udah bisa simpulkan bahwa paparan P Khalid sudah benar dan tepat, apalagi sudah dikuatkan dengan penjelasan dari LKPP selaku si pembuat peraturan. salut buat P Khalid yg sudah mau bagi2 ilmu, semoga selalu dalam lindungan Allah SWT.

    buat P hendri, saya jg salut, tapi jangan memaksa pendapat. redaksional di perpres memang faktanya demikian. akan jauh lebih baik kalau p hendri buat permintaan penjelasan secara tertulis dg LKPP dan hasilnya di posting maka akan jauh lebih bermanfaat. LKPP pasti menjawab secara tertulis pula, seperti yang pernah kami lakukan (tetapi bukan berkaitan dg ini). terima kasih

  27. Hendri, SKed says:

    Saya udah dapat tambahan jawaban dari http://forum.pengadaan.org/phpbb/viewtopic.php?f=9&t=910&start=40

    Kalo semua bisa, kenapa harus ada a, b, dan c..?

  28. Hendri, SKed says:

    Saya sudah dapat jawabannya…

    Berdasarkan poin 67 huruf a LAMPIRAN UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 10 TAHUN 2004 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN dijelaskan bahwa

    67. Dalam membuat rumusan pasal atau ayat dengan bentuk tabulasi hendaknya diperhatikan halhal sebagai berikut:
    a. setiap rincian harus dapat dibaca sebagai satu rangkaian kesatuan dengan frase pembuka;

    maka pengertian pasal 39 ayat (1) adalah

    teknologi sederhana, risiko kecil, dan/atau dilaksanakan oleh Penyedia Barang/Jasa usaha orang- perseorangan dan/atau badan usaha kecil serta koperasi kecil, kecuali untuk paket pekerjaan yang menuntut kompetensi teknis yang tidak dapat dipenuhi oleh Usaha Mikro, Usaha Kecil dan koperasi kecil, —> merupakan satu rangkaian kesatuan dengan frase pembuka yaitu —> merupakan kebutuhan operasional K/L/D/I…

    Kesimpulannya:

    Syarat utama PL adalah pengadaan dg nilai paling tinggi Rp100 juta dan merupakan kebutuhan operasional K/L/D/I…

  29. eka surya putra says:

    salam….
    menurut saya Kata dan/atau nya saja yang buat abu-abu, memiliki makna kumulatif dan alternatif, sehingga wajar menimbulkan penafsiran yang berbeda-beda.

  30. Aghil says:

    Ikut berpendapat….menurut sy pengadaan barang/jasa yg menambah aset dapat dilakukan melalui PL, sepanjang tdk ada psl n ayat yg melarang itu secara tertulis. adapun penjelasan yg menerangkan tidak menambah aset hanyalah untuk menegaskan pengertian dari kebutuhan operasional. Seharusnya yg mjd pertanyaan….apakah bisa, PBJ yg dpt menambah aset dibawah 100jt melalui pelelangan umum or sederhana…???…heheheee
    Wsslm….

  31. Tamtam says:

    Lha ini…..makanan empuk kejaksaan dan/atau LSM
    hahaha…..ati2

  32. arif sugiantoro says:

    wuih .seru….menambah ilmu

  33. Awan says:

    Pak Khalid saya boleh minta penjelasan,( pertanyaan saya ada di link http://forum.pengadaan.org/phpbb/viewtopic.php?f=6&t=1950) saya bingung mau PM bapak tapi kemana? jadi saya tulis di blog bapak

  34. adi suyatno says:

    intinya adalah menelaah dan mencoba menerjemahkan sesuatu yang baru, sangat disayangkan, jika perbedaan pendapat ini akhirnya dapat mencerminkan tingkat kedewasaan dan emosional seseorang dalam bertutur, mengenyampingkan “benar atau salah” tentunya pihak yang berkompeten yang akan menjelaskan makna yang “tersirat”. mudah mudahan para pihak akan dapat memahami semua dengan baik.
    Tetapi, kalau pendapat pak hendri “benar”, maka akan menjadi pertanyaan: metode mana yang akan digunakan untuk pengadaan langsung untuk penambahan assets? sepertinya tidak ada “ruang” untuk metode lain….

  35. bilal says:

    pak dokumen apa saja yang diperlukan dalam pengadaan langsung barang dan jasa yang nilainya dibawah 50 juta

  36. Andi Mashuri says:

    Pertanyaan saya ;
    Apa dibolehkan surat penawaran ditandatangani oleh Kepala Perwakilan yang diangkat oleh Direksi yang mana dalam tugas sehari-hari bertanggung jawab kepada kepala cabang.
    Dalam hal ini kepala cabang membuat surat kuasa kepada kepala perwakilan untuk mengikuti pengadaaan barang jasa menandatangani dokumen sehubungan dengan pengadaan tersebut kecuali menandatangani MOU. Mohon penjelasan dan terima kasih sebelumnya

  37. Yamin Maguna says:

    Numpang tanya, sehubungan dengan tender online/e-procu. tender tersebut di ikuti oleh 3 peserta, dua di antaranya tidak memiliki surat penawaran. pertanyaanya, apakah tender tersebut dapat di lanjutkan ke proses selanjututnya ?, mhn penjelasan

  38. bams says:

    Aku bukanlah pakar hukum, tapi yang disampaikan P Khalid sudah benar dan tepat sesuai regulasi yang ada, saya salut buat P Khalid yg sudah mau bagi2 ilmu, dan membuka wawasan lagi buat saya pribadi.

    P hendri, luar biasa juga punya argumen yang jelas dan pemahaman yang berbeda dengan p khalid tapi tujuannya sama, akan tetapi lebih menguatkan agar memintakan penjelsan resmi ke LKPP supaya mempunyai jawaban yang tepat.

    Trima kasih. Luar biasa.

  39. Puji Astuti says:

    Heeeem jadi tahu nih,,

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.